LAPORAN AKHIR
ANALISIS VEGETASI METODE KUADRAN
EKOLOGI
TUMBUHAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mempelajari vegetasi ,dibedakan
antara studi floristik dengan analisis vegetasi, dibedakan antara studi
floristic denan analisis vegetasi. Pada studi floristic data yang diperoleh
berupa data kualitatif, yaitu data yang menunjukan bagaimana habtus dan
penyebaran suatu jenis tanaman. Sedangkan analisis vegetasi data yang diperoleh
berupa data kualitatif dan kuantiatif. Data kuantitatif menyatakan jumlah ,
ukuran , berat kering , berat basah suatu jenis. Frekuensi temuan dan luas
daerah yang ditumbhinya. Data kuantitatif di dapat dari hasil penjabaran
pengamatan petak contoh lapangan, sedangkan data kualitatif didapat dari hasil
pengamatan dilapangan berdasarkan pengamatan yang luas.
Vegetasi merupakan masyarakat
tumbuhan yang hidup di dalam suatu tempat dalam suatu ekosistem. Masyarakat
tumbuhan ( komunitas ) adalah kumpulan populasi tumbuhan yang menempati suatu
habitat. Jadi pengertian komunitas
identik dengan pengertian vegetasi. Bentuk vegetasi dapat terbentuk dari satu
jenis komunitas atau disebut dengan konsosiasi seperti hutan vinus , padang
alang-alang dan lain-lain. Sedangkan yang dibentuk dari macam-macam jenis
komunitas disebut asosiasi seperti hutan hujan tropis, padang gembalaan dan
lain-lain.
Dalam mengerjakan analisis vegetasi
ada dua nilai yang di amati , yaitu nilai ekonomi dan nilai bologi. Nilai
ekonomi suatu vegetasi dapat dilihat dari potensi vegetasi-vegetasi tersebut
untuk mendatangkan devisa seperti vegetasi seperti vegetasi yang berupa pohon
yang diambil kayunya atau vegetasi padang rumput yang dapat dijadikan padang
penggembangan ternak dan lain-lain. Sedangkan dalam istilah biologi suatu
vegetasi dapat dilihat peranan vegetasi tersebut., seperti vegetasi hutan yang
dapat dijadiakan sumber pakan , relung, ekologi ( tempat istirahat,
bercengkrama, bermijah beberapa jenis hewan ), pengatur iklim, pengatur tata
aliran air dan indicator untuk beberapa unsur tanah dan lain-lain.
Dalam praktikum kali ini hanya
menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan menggunakan metode kuadran.
Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak
contoh (plotless) metode ini sangat baik
untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tihang, contohnya vegetasi
hutan. Apabila diameter tersebut lebih besar atau sama dengan 20 cm maka
disebut pohon, dan jika diameter tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole
(tihang), dan jika tinggi pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau
belta ( pancang ) dan mulai anakan sampai pohaon setinggi 2,5 meter disebut
seedling ( anakan/semai ).
Metode kuadran mudah dan lebih cepat
digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya.
Metode ini mudah dan lebih cepat digunanakan untuk mengetahui komposisi,
dominasi pohon dan menksir volumenya. Metode ini sering sekali disebut juga
dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu,
area cuplikan hanya berupa titik. Metode
ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan
analisa denga melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang
sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau
vegetasi kompleks lainnya. Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan
dalam membent Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen
dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor
lingkungn dari sejarah dan pada fackor-faktor itu mudah diukur dan nyata.
Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk
memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari
suatu ekosistem.
Ada dua fase dalam kajian vegetasi
ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan
berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang
penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan kajian, luas atau
sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana
(dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi
secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
Di Indonesia Perkembangan penelitian
Vegetasi sampai tahun 1980 telah dilaporkan oleh Kartawinata (1990), yang
mengevaluasi pustaka yang ada mengenai Vegetasi dan ekologi tumbuhan di
Indonesia, menunjukkan bahwa bidang ini belum banyak diteliti. Banyak dari
informasi tentang ekologi tumbuhan dalam berbagai pustaka seperti serie buku
Ekologi Indonesia (misalnya MacKinnon dkk., 1996 dan Whitten dkk.,1984)
berdasarkan berbagai penelitian di Malaysia. Berbagai penelitian sebagian besar
terfokus pada ekosistem hutan, terutama hutan pamah dipterokarp (lowland
dipterocarp). Sebagian besar informasi untuk kawasan fitogeografi Malesia
(Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste) telah
disintesis oleh Whitmore (1984) dalam bukunya Tropical Rain Forests of the Far
East. Data vegetasi biogeografi dan ekologi tentang Papua New Guinea (misalnya
Paijmans, 1976; Gressitt, 1982; Johns, 1985, 1987a,b; Brouns, 1987; Grubb dan
Stevens 1985) dapat diterapkan untuk Papua
Para pakar ekologi memandang
vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan
pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada
fackor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi
secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang
berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem. Ada dua fase
dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing
menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan.Metode manapun yang
dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan kajian, luas
atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari
pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi
vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara analisis vegetasi dengan
metode kuadran serta menghitung kerapatan dan indeks shannon atau indeks
keanekaragaman.
BAB II
TINJAUN
PUSTAKA
Frekuensi adalah nilai besaran yang
menyatakan derajat penyebaran jenis didalam komunitasnya. Angka ini diperoleh
dengan melihat perbandingan jumlah dari petak-petak yang diduduki suatu jenis
terhadap keseluruhan petak yang diambil sebagai petak contoh di dalam melakukan
analisis vegetasi. Frekuensi dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti luas
petak contoh, penyebaran tumbuhan dan ukuran jenis tumbuhan.
Dominansi adalah besaran yang
digunakan untuk menyatakan derajat penguasaan ruang atau tempat tumbuh , berapa
luas areal yang ditumbuhi oleh sejenis tumbuhan atau kemampuan suatu jenis
tumbuhan untuk bersaing tehadap jenis lainnya. Dalam pengukuran dominansi dapat
digunakan proses kelindungan ( penutup tajuk ), luas basah area , biomassa,
atau volume.
Dengan analisis vegetasi dapat
diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas
tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi
dikelompokkan vegetasi, iklim dan tanah berhubungan erat dan pada
tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Dalam ilmu vegetasi
telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang
sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya.
Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan
kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus
diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Anonim. 2009).
Dalam
penghitungan penutupan tajuk ini, barisannya dilakukan dengan cara mengukur
luasan tajuk untuk tiap jenis yang terdapat dalam petak contoh, kemudian dicari
domonansi relatifnya. Selanjutnya proses penutupan tajuk dapat diukur proyeksi
tajuk tanah. biomassa adalah ukuran untuk menyatakan berat suatu tumbuhan.
Sedangkan volume dapat dihitung dari rata-rata luas basal area x tinggi
tumbuhan bebas cabang x factor koeksi pohon.
Metode
kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak contoh (plotless) metode ini sangat baik untuk
menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tihang, contohnya vegetasi hutan.
Apabila diameter tersebut lebih besar atau sama dengan 20 cm maka disebut
pohon, dan jika diameter tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole (tihang),
dan jika tinggi pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta (
pancang ) dan mulai anakan sampai pohaon setinggi 2,5 meter disebut seedling (
anakan/semai ).
Metode
kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi
pohon dan menaksir volumenya. Metode ini mudah dan lebih cepat digunanakan
untuk mengetahui komposisi, dominasi pohon dan menksir volumenya. Metode ini
sering sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan
plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan pada individu yang
hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga melakukan perhitungan
satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini
digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya.
Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk
populasinya, dimana sifat – sifatnya bila di analisa akan menolong dalam
menentukan struktur komunitas.
Kurva
spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis vegetasi
yang menggunakan petak contoh. Kurva spesies area digunakan memperoleh luasan
minimum petak contoh yang dianggap dapat mewakili suatu tipe vegetasi pada
suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luasan petak contoh mempunyai
hubungan erat dengan keragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin
beragam jenis yang terdapat pada areal tersebut makin luas kurva spesies
areanya.
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak
pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1974) petak-petak tersebut
dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan
metode tanpa petak. Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang
menurut Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan
dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan
tertentu.
Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi
dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan
(Marsono, 1987). Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari
pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model
geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan
komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai posisi yang saling
berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat
pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis jenis dengan perubahan
faktor lingkungan.
Vegetasi
merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang
hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama
tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun
vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu
sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977).
Vegetasi, tanah
dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan
yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat
1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang
dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Cara
ini terdiri dari suatu seri titik-titik yang telah ditentukan di lapang, dengan
letak bisa tersebar secara random atau merupakan garis lurus (berupa deretan
titik-titik). Umumnya dilakukan dengan susunan titik-titik berdasarkan garis
lurus yang searah dengan mata angin (arah kompas).Titik pusat kuadran adalah
titik yang membatasi garis transek setiap jarak 10 m (Polunin, 1990).
Profil
arsitektur ini dijadikan dasar untuk memperoleh gembara komposisi, struktur
vertical dan horizontal suatu vegetasi, sehingga memberikan informasi mengenai
dinamika pohon dan kondisi ekologinya. Dari profil asiktektur ini juga dapat
diketahui interaksi antara masing-masing individu pohon dan peranan di dalam
ekosistem sustu komunitas vegetasi. Halle et.al (1987) mengolongkan pohon-pohon
yang terdapat didalam suatu komonitas hutan alam tropika berdasarkan kepada
kenampakan arsitektur, ukuran pohon dan keadaan biologi pohon, menjadi 3
golongan pohon yaitu :
a. Pohon pada
masa datang ( les arbres du future, trees of future ), yaitu pohon-pohon yang
mempunyai kemampuan untuk berkembang lebih lanjut atau pada massa datang. Pohon
tersebut pada masa ini merupakan pohon yang dominan dan , diharapkan pada masa
datang kan mengantikan pohon-pohon yang pada saat ini dominan.
b. Pohon masa
kini ( les arbres du persent, trees of persent ), pohon-pohon yang sedang
berkembang penuh dan merupakan pohon yang dominan yang paling menentukan profil
arsitektur komnitas saat ini.
c. Pohon pada
masa ( les arbres du past , trees of past ) yaitu pohon-pohon yans sudah tua
dan mulai mengalami kerusakan dan selanjutnya akan mati. Biasanya pohon- pohon
ini merupakan pohon tua yang tidak produktif.
Berdasarkan ukuran pohon maka pengolongan pohon-pohon
tersebut adalah :
a. Pohon masa
mendatang : Ht Hn ; Ht lebih kecil dari tinngi pohon normal maksimum, Ht 100
Dbh’ dan HI ½ Ht.
b. Pohon pada
masa kini : Ht Hn ; Ht mendekati sama dengan tinggi pohon normal, Ht 100 Dbh’
dan HI ½ ht.
c. Pohon pada
masa lampau : Ht Hn ; Ht sudah tidak dapat meningkat lagi, Ht 100 Dbh’ dan HI ½
Ht. Pada golongan ini pohon sudah
mengalami kerusakan, tidak produktif, dan tua.
BAB III
PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum
kali ini dilaksanakan pada :
Hari / Tanggal :
Minggu / 29 April 2012
Waktu :
Pukul 07.00 WITA sampai selesai
Tempat :
Bukit Bangkirai
Kecamatan Samboja, KAB.KUKAR KALTIM
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini
adalah sebagai berikut :
1.Tali Rapiah
2.Meteran
3.Pasak kayu 4 buah
4. Alat tulis
C. Cara Kerja
1. Langka awal
dari pengerjaan metode ini adalah dengan berpedoman pada vegetasi dan areal
yang akan dianalisis, kita menentukan 5 kelompok dan tiap kelompok membuat
suatu plot atau petak dengan menggunakan tali rapia dan pasak membentuk persegi
berukuran 10 x10
2. Langkah
selanjutnya tiap kelompok menentikan suatu titik pusat (misal titik A) dengan
menggunakan metode 6 pohon.
3. Pada setiap
kuadran dilakukan pengukuran jarak diameter pohon dan tihang dengan titik
pengamatan (titik A) dan diameter pohon
pada setinggi dada atau sama dengan 20 cm disebut pohon, dan jika diameter
tersebut diantara 10-20 cm maka disebut pole (tihang) dan jika tinggi pohon 2,5
m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta (pancang) dan mulai anakan
sampai pohon setinggi 2,5 m disebut seedling (anakan/semai)
4. selanjutnya
hitung jumlah tiap spesies yang ada dalam tiap plot atau petak
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum
Setelah melakukan praktikum di lahan Bukit Bengakirai didapatlah hasil sebagai berikut
Tabel hasil
pengamatan analisis vegetasi dengan metode kuadran 10 m x 10 m
Plot/Petak I
NO
|
Nama pohon
|
Diameter
batang (m)
|
tinggi
pohon (m)
|
luas bidang dasar (m2)
|
Jumlah
|
|
1
|
Dipterocarpus
cornutus (KRUING)
|
0.2
|
18
|
0.0314
|
5
|
|
2
|
Durio
graveolens (Durian Burung)
|
0.14
|
8
|
0.0154
|
8
|
|
3
|
Shorea
laevis(BENGKIRAI)
|
0.47
|
35
|
0.1736
|
2
|
|
4
|
Eusiderozylon
zwageri (ULIN)
|
0.42
|
20
|
0.1386
|
1
|
|
5
|
Macaranga
sp (Mahang)
|
0.31
|
2
|
0.0755
|
1
|
|
6
|
Calamus
calcius(kayu raja)
|
0.21
|
10
|
0.0347
|
1
|
|
7
|
Aglaya sp
|
0.14
|
15
|
0.0154
|
3
|
|
8
|
Aquilaria malaccensis (Gaharu)
|
0.10
|
3
|
0.0078
|
2
|
|
9
|
Cotylelobium
(Giam)
|
0.12
|
1.5
|
0.0113
|
2
|
|
10
|
Shorea
sp. (meranti)
|
0.36
|
15
|
0.1018
|
3
|
Plot/Petak II
NO
|
NAMA POHON
|
Diameter
batang (m)
|
tinggi
pohon (m)
|
luas bidang
dasar (m2)
|
JUMLAH
|
1
|
Dipterocarpus
cornutus (KRUING)
|
0.22
|
11
|
0.0380
|
4
|
2
|
Durio
graveolens (DURIAN Burung)
|
0.20
|
7
|
0.0314
|
1
|
3
|
Shorea
laevis(BENGKIRAI)
|
0.37
|
15
|
0.1076
|
5
|
4
|
Aquilaria
malaccensis (Gaharu)
|
0.24
|
12
|
0.0453
|
3
|
5
|
Macaranga
sp.(Mahang)
|
0.15
|
10
|
0.0178
|
2
|
6
|
Mangifera
indica (Mangga)
|
0.16
|
5
|
0.0201
|
1
|
7
|
Borassus
flabillefer ( Lontar)
|
0.21
|
11.5
|
0.0347
|
7
|
8
|
Cotylelobium
(Giam)
|
0.77
|
12
|
0.4658
|
2
|
Plot/Petak III
NO
|
NAMA POHON
|
Diameter batang (m)
|
tinggi pohon (m)
|
luas bidang dasar (m2)
|
Junlah
|
1
|
Dipterocarpus
cornutus (KRUING)
|
0.11
|
7
|
0.0095
|
1
|
2
|
Durio
graveolens (Durian Burung)
|
0.18
|
12
|
0.0255
|
1
|
3
|
Shorea
laevis(BENGKIRAI)
|
0.55
|
20
|
0.2377
|
4
|
4
|
Shorea sp.
(meranti)
|
0.08
|
5
|
0.0050
|
2
|
5
|
Bouea
macropylla.G (Ramania)
|
0.35
|
4
|
0.0963
|
1
|
6
|
Calamus
sp (Rotan pulut merah)
|
0.09
|
6
|
0.0064
|
1
|
7
|
Aquilaria
malaccensis (Gaharu)
|
0.39
|
20
|
0.1195
|
1
|
8
|
Koompassia
malaccensis ( Kempas merah)
|
0.24
|
1.3
|
0.0453
|
1
|
Plot/Petak IV
NO
|
NAMA POHON
|
Diameter batang (m)
|
tinggi pohon (m)
|
luas bidang dasar (m2)
|
JUMLAH
|
1
|
Dipterocarpus
cornutus (KRUING)
|
0.19
|
30
|
0.0284
|
2
|
2
|
Cordia
dicotoma (salimuli)
|
0.1
|
23
|
0.0079
|
6
|
3
|
Shorea
laevis(BENGKIRAI)
|
0.41
|
35
|
0.1321
|
5
|
4
|
Shorea
sp. (meranti)
|
0.35
|
25
|
0.0963
|
8
|
5
|
Cotylelobium
(Giam)
|
0.2
|
5
|
0.0314
|
4
|
6
|
Scaphium
macropodum ( merpayang)
|
0.17
|
2
|
0.0227
|
6
|
7
|
Litsea
firma (Medang)
|
0.85
|
20
|
0.5677
|
6
|
8
|
Calamus
sp (rotan pulut merah)
|
0.09
|
1
|
0.0064
|
4
|
9
|
Glutha
renghas (Rengas merah)
|
0.24
|
7
|
0.0453
|
3
|
Plot/Petak V
NO
|
NAMA POHON
|
Diameter batang (m)
|
tinggi pohon (m)
|
luas bidang dasar (m2)
|
JUMLAH
|
1
|
Dipterocarpus
cornutus (KRUING)
|
0.13
|
11
|
0.0133
|
7
|
2
|
Koompassia
malaccensis ( Kempas merah)
|
0.22
|
3
|
0.0380
|
1
|
3
|
Shorea
laevis(BENGKIRAI)
|
0.43
|
20
|
0.1453
|
8
|
4
|
Eusideroxylon
zwageri (ULIN)
|
0.47
|
25
|
0.1736
|
1
|
5
|
Borassus
flabillefer Lontar)
|
0.27
|
13
|
0.0573
|
3
|
6
|
Asoka
|
0.07
|
1.2
|
0.0039
|
3
|
7
|
Scavium
macropodum
|
0.15
|
5
|
0.0177
|
1
|
8
|
manggis
asam
|
0.45
|
25
|
0.1591
|
1
|
9
|
Calamus
sp (rotan pulut merah)
|
0.05
|
1
|
0.0019
|
2
|
Jumlah plot = 5
Luas tiap plot = 10 m x 10 m = 100 m2
Maka = 100 m2 x 5 = 500 m2
1 ha = 10000 m2
Jadi = 500 m2/10000 m2= 0,05 ha
a.
Kerapatan setiap spesies pohon sebagai berikut:
1. Dipterocarpus cornutus (KRUING)
pohon/ha
2. Durio graveolens (Durian Burung)
pohon/ha
3. Shorea laevis(BENGKIRAI)
pohon/ha
4. Eusideroxylon zwageri (ULIN)
pohon/ha
5. Macaranga sp (Mahang)
pohon/ha
6. Shorea sp. (meranti)
pohon/ha
7. Aquilaria
malaccensis (Gaharu)
pohon/ha
8. Calamus calcius(kayu
raja)
pohon/ha
9. Aglaya sp
pohon/ha
10. Cotylelobium
(Giam)
pohon/ha
11. Mangifera
indica (Mangga)
pohon/ha
12. Borassus
flabillefer ( Lontar)
pohon/ha
13. Bouea
macropylla.G (Ramania)
pohon/ha
14. Calamus sp
(Rotan pulut merah)
pohon/ha
15. Koompassia
malaccensis (Kempas merah)
pohon/ha
16. Cordia
dicotoma (salimuli)
pohon/ha
17. Scaphium
macropodum (merpayang)
pohon/ha
18. Litsea firma
(Medang)
pohon/ha
19. Glutha
renghas (Rengas merah)
pohon/ha
20. Asoka
pohon/ha
21. manggis asam
pohon/ha
JUMLAH = 620 Pohon/Ha
b.
Kerapatan relatif spesies (KR) setiap
spesies pohon sebagai berikut :
1.
Dipterocarpus cornutus (KRUING)
2.
Durio graveolens (Durian Burung)
3.
Shorea laevis(BENGKIRAI)
4.
Eusideroxylon zwageri (ULIN)
5.
Macaranga sp (Mahang)
6.
Shorea sp. (meranti)
7.
Aquilaria malaccensis (Gaharu)
8.
Calamus calcius(kayu raja)
9.
10. Cotylelobium
(Giam)
11.
)
12. Borassus
flabillefer ( Lontar)
13.
14. Calamus sp
(Rotan pulut merah)
15. Koompassia
malaccensis(Kempas mrh)
16.
17. Scaphium
macropodum (merpayang)
18.
19.
20.
21.
c.
Frekuensi setiap spesies pohon sebagai
berikut :
1.
Dipterocarpus cornutus (KRUING)
2.
Durio graveolens (Durian Burung)
3.
Shorea laevis(BENGKIRAI)
4.
Eusideroxylon zwageri (ULIN)
5.
Macaranga sp (Mahang)
6.
Shorea sp. (meranti)
7.
Aquilaria malaccensis (Gaharu)
8.
Calamus calcius(kayu raja)
9.
Aglaya sp
10. Cotylelobium
(Giam)
11. Mangifera
indica (Mangga)
12. Borassus
flabillefer ( Lontar)
13. Bouea
macropylla.G (Ramania)
14. Calamus sp
(Rotan pulut merah)
15. Koompassia
malaccensis (Kempas merah)
16. Cordia
dicotoma (salimuli)
17. Scaphium
macropodum (merpayang)
18. Litsea firma
(Medang)
19. Glutha
renghas (Rengas merah)
20. Asoka
21. manggis asam
JUMLAH = 8,8
d.
Frekuensi relatif setiap spesies pohon
sebagai berikut:
1.
Dipterocarpus cornutus (KRUING)
2.
Durio graveolens (Durian Burung)
3.
Shorea laevis(BENGKIRAI)
4.
Eusideroxylon zwageri (ULIN)
5.
Macaranga sp (Mahang)
6.
Shorea sp. (meranti)
7.
Aquilaria malaccensis (Gaharu)
8.
Calamus calcius(kayu raja)
9.
Aglaya sp
10. Cotylelobium
(Giam)
11. Mangifera
indica (Mangga)
12. Borassus
flabillefer ( Lontar)
13. Bouea
macropylla.G (Ramania)
14. Calamus sp
(Rotan pulut merah)
15. Koompassia
malaccensis (Kempas merah)
16. Cordia
dicotoma (salimuli)
17. Scaphium
macropodum (merpayang)
18. Litsea firma
(Medang)
19. Glutha
renghas (Rengas merah)
20. Asoka
21. manggis asam
e.
Dominansi setiap spesies pohon sebagai
berikut :
1.
Dipterocarpus cornutus (KRUING)
m2/ha
2.
Durio graveolens (Durian Burung)
m2/ha
3.
Shorea laevis(BENGKIRAI)
m2/ha
4.
Eusideroxylon zwageri (ULIN)
m2/ha
5.
Macaranga sp (Mahang)
m2/ha
6.
Shorea sp. (meranti)
m2/ha
7.
Aquilaria malaccensis (Gaharu)
m2/ha
8.
Calamus calcius(kayu raja)
m2/ha
9.
Aglaya sp
m2/ha
10. Cotylelobium
(Giam)
m2/ha
11. Mangifera
indica (Mangga)
m2/ha
12. Borassus
flabillefer ( Lontar)
m2/ha
13. Bouea
macropylla.G (Ramania)
m2/ha
14. Calamus sp
(Rotan pulut merah)
m2/ha
15. Koompassia
malaccensis (Kempas merah)
m2/ha
16. Cordia
dicotoma (salimuli)
m2/ha
17. Scaphium macropodum
(merpayang)
m2/ha
18. Litsea firma
(Medang)
m2/ha
19. Glutha
renghas (Rengas merah)
m2/ha
20. Asoka
m2/ha
21. manggis asam
m2/ha
Jumlah =
77,433 m2/ha
f.
Dominansi relatif setiap spesies pohon sebagai
berikut:
1.
Dipterocarpus cornutus (KRUING)
2.
Durio graveolens (Durian Burung)
3.
Shorea laevis(BENGKIRAI)
4.
Eusideroxylon zwageri (ULIN)
5.
Macaranga sp (Mahang)
6.
Shorea sp. (meranti)
7.
Aquilaria malaccensis (Gaharu)
8.
Calamus calcius(kayu raja)
9.
Aglaya sp
10. Cotylelobium
(Giam)
11. Mangifera
indica (Mangga)
12. Borassus
flabillefer ( Lontar)
13. Bouea
macropylla.G (Ramania)
14. Calamus sp
(Rotan pulut merah)
15. Koompassia
malaccensis (Kempas merah)
16. Cordia
dicotoma (salimuli)
17. Scaphium
macropodum (merpayang)
18. Litsea firma
(Medang)
19. Glutha
renghas (Rengas merah)
20. Asoka
21. manggis asam
g.
Indeks angka penting setiap spesies pohon sebagai
berkut:
1.
Dipterocarpus cornutus (KRUING)
=
29,62%
2.
Durio graveolens (Durian Burung)
=
18,35%
3.
Shorea laevis(BENGKIRAI)
=
48,05%
4.
Eusideroxylon zwageri (ULIN) = 6,45% +4,55% + 8,06%
=
19,06%
5.
Macaranga sp (Mahang) = 6,45% +4,55% + 2,41%
=
13,41%
6.
Shorea sp. (meranti) = 9,68% + 6,81% +
5,25%
=
21,74%
7.
Aquilaria malaccensis (Gaharu) = 9,68% + 6,81% + 4,46%
=
20,95%
8.
Calamus calcius(kayu raja) = 9,68% + 2,30% + 0,86%
=
12,84%
9.
Aglaya sp =
3,23% + 2,27% + 0,39%
=
5,89%
10. Cotylelobium
(Giam) = 9,68% +
6,81% + 13,13%
=
29,62%
11. Mangifera
indica (Mangga) = 3,22% +
2,30% + 0,52%
=
6,04%
12. Borassus
flabillefer ( Lontar) =
6,45% + 4,55% + 13,74%
=
24,74%
13. Bouea
macropylla.G (Ramania) = 3,23% +
2,30% + 2,49%
=
8,02%
14. Calamus sp
(Rotan pulut merah) = 9,68% +
6,81% + 0,38%
=
16,87%
15. Koompassia
malaccensis (K.Merah) = 6,45% + 4,55% +
2,15%
=
13,15%
16. Cordia
dicotoma (salimuli) = 3,23%
+ 2,30% + 0,20%
=
5,73%
17. Scaphium
macropodum (merpayang) = 6,45% + 4,55% +
1,04%
=
12,04%
18. Litsea firma
(Medang) = 3,23% +
2,30% + 14,66%
=
20,19%
19. Glutha
renghas (Rengas merah) = 3,23%
+2,30% +1,17%
=
6,7%
20. Asoka =
3,23% +2,30% +0,10%
=
5,63%
21. manggis asam = 3,23%
+2,30% + 4,11%
=
9,64%
h.
Summed dominance ratio (SDR) stiap spesies pohon
sebagai berikut :
1.
Dipterocarpus cornutus (KRUING) = 29,62% : 3 = 9,87%
2.
Durio graveolens (Durian Burung) = 18,35% : 3 = 6,12%
3.
Shorea laevis(BENGKIRAI) = 48,05% : 3 = 16,01%
4.
Eusideroxylon zwageri (ULIN) = 19,06% : 3 = 6,35%
5.
Macaranga sp (Mahang) = 13,41% : 3 = 4,47%
6.
Shorea sp. (meranti) = 21,74% : 3 = 7,25%
7.
Aquilaria malaccensis (Gaharu) = 20,95% : 3 = 6,98%
8.
Calamus calcius(kayu raja) = 12,84% : 3 = 4,28%
9.
Aglaya sp =
5,89% : 3 = 1,93%
10. Cotylelobium
(Giam) = 29,62%
: 3 = 9,87%
11. Mangifera
indica (Mangga) = 6,04% : 3 = 2,01%
12. Borassus
flabillefer ( Lontar) =
24,74% : 3 = 8,25%
13. Bouea
macropylla.G (Ramania) = 8,02% : 3 = 2,67%
14. Calamus sp
(Rotan pulut merah) = 16,87% : 3
=5,62%
15. Koompassia
malaccensis (K.Merah) = 13,15% : 3 =
4,38%
16. Cordia
dicotoma (salimuli) =
5,73% : 3 =1,91%
17. Scaphium
macropodum (merpayang) = 12,04% : 3 =
4,01%
18. Litsea firma
(Medang) = 20,19%
: 3 = 6,73%
19. Glutha
renghas (Rengas merah) = 6,7% : 3 = 2,23%
20. Asoka =
5,63% : 3 =1,88%
21. manggis asam = 9,64% : 3 = 3,21%
I.
INDEKS KEANEKARAGAMAN (H’) = 95,4255
B. Pembahasan
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan
(komponen jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat
tumbuh-tumbuhan. Hutan merupakan komponen habitat terpenting bagi kehidupan
oleh karenanya kondisi masyarakat tumbuhan di dalam hutan baik komposisi jenis
tumbuhan, dominansi spesies, kerapatan nmaupun keadaan penutupan tajuknya perlu
diukur. Selain itu dalam suatu ekologi hutan satuan yang akan diselidiki adalah
suatu tegakan, yang merupakan asosiasi konkrit (Natassa, dkk, 2010)
Beberapa metodologi yang umum dan
sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode
kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan tetapi dalam
praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan
metode kuadrat (Surasana, 1990).
Penelitian
ini menggunakan metode kuadrat, yaitu bentuk percontoh atau sampel dapat
berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya
bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas
minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan
terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Surasana,
1990).
Digunakannya
metode kuadrat karena metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk
mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya (Andrie, 2011).
Kegiatan
yang dilakukan adalah mengamati jumlah tanaman yang masuk ke dalam petak contoh
yang dibuat sebanyak 5 petak contoh, yaitu petak contoh 1, petak contoh 2,
petak contoh 3, petak contoh 4, dan petak contoh 5. Yang masing-masing
mempunyai ukuran 10 m x 10 m dengan jarak per plot dilakukan secara acak. Serta dengan menghitung nilai KM, KR, FM, FR, dan NP, DM dan DR serta indeks keanekaragaman (H’), dikarenakan petak contoh yang diambil berada pada naungan.
Dari hasil analisis didapatkan 21 spesies tumbuhan pada 5 petak contoh tersebut, diantaranya 19 Dipterocarpus cornutus (Kruing),10 Durio graveolens
(Durian Burung) ,24 Shorea laevis(bengkirai) ,2 Eusideroxylon zwageri (ulin)
1 Macaranga sp (Mahang),13 Shorea sp.
(meranti) ,6 Aquilaria malaccensis (Gaharu),
1 Calamus calcius (kayu raja)
3 Aglaya sp,8 Cotylelobium (Giam) 1 Mangifera indica (Mangga),10 Borassus flabillefer ( Lontar)
1 macropylla.G (Ramania),7Calamus sp(Rotan pulut
merah)
2 Koompassia malaccensis(Kempas mrh) 6 Cordia dicotoma
(salimuli, 7 Scaphium macropodum (merpayang), 1
Litsea firma (Medang)
3 Glutha renghas (Rengas merah), 3 Asoka
, 1 manggis asam
Berdasarkan
tabel diatas, dapat kita lihat bahwa kerapatan relative, yang diperoleh dari
kerapatan mutlak berbanding kerapatan total. Dimana kerapatan total diperolr
dari jumlah individu suatu jenis berbanding jumlah total luas area yang
digunakan untuk penarikan contoh. Kerapatan elative yang paling besar adalah
pada spesies Dipterocarpus cornutus (Kruing) Shorea laevis(bengkirai) yaitu 16,13% dari keseluruhan spesies tanaman yang didapatkan. Hal ini dikarenakan
jumlah kedua spesies ini dalam individunya paling banyak jika dibandingankan dengan jumlah spesies
yang lain. Sedangkan yang mempunyai kerapatan relative yang palingg kecil adalah
Litsea firma,Glutha rengas,Asoka,Manggis asam,Cordia
dicotoma,,Macropylla,G,Mangifera indica, dan aglaya sp yaitu 3,32%.
Selain mengetahui kerapatan relative suatu
spesies, dalam metode kuadrat ini juga mengetahui frekuensi relative dari
spesies yang didapatkan. Frekuensi relative dapat diperoleh dari frekuensi
mutlak berbanding frekuensi total.dimana frekuensi mutlak diperoleh dari jumlah
satuan petak contoh yang diduduki oleh suatu jenis berbanding dengan jumlah
banyaknya petak contoh yang dibuat. Frekuensi relative terbesar juga
diduduki oleh Dipterocarpus cornutus (Kruing)
Shorea laevis(bengkirai) yaitu 11,36%,di disusul oleh Durio graveolens
(Durian Burung) ,Shorea sp. (meranti ,Aquilaria malaccensis (Gaharu),Cotylelobium (Giam) yaitu 6,81%
selanjutnya pada posisi ketiga Borassus
flabillefer ( Lontar),Koompassia malaccensis (Kempas merah.Scaphium
macropodum (merpayang) dengan 4,55% dan Frekuensi relatif terkecil Calamus calcius(kayu raja),Aglaya sp,Cordia
dicotoma (salimuli),Litsea firma (Medang),Glutha renghas (Rengas merah),Asoka,manggis asam
yaitu 2,30%. Frekuensi relative ini
menunjukan luasnya penyebaran suatu spesies pada area yang diambil sebagai
petak contoh
Selanjutnya selain mengetahui kerapatan
relative suatu spesies, frekuensi relative dari spesies yang didapatkan dapat
dihitung juga dominansi relatif. Dominansi
relatif relative dapat diperoleh dari dominansi mutlak berbanding dominansi total.dimana
dominansi mutlak diperoleh dari jumlah satuan petak contoh yang diduduki oleh suatu
jenis berbanding dengan jumlah banyaknya petak contoh yang dibuat. Dominansi relative terbesar Litsea firma (Medang) yaitu 14,66%
sementara dominansi terkecil pada Asoka yaitu 0,10%
Dari kerapatan relative frekuensi relative dan
dominansi relatif dapat diperoleh nilai penting. Yang didapat dari penjumlahan dari kerapatan
relatif frekuensi relatif dan
dominansi relatif maka di perloh INP (Indeks Nilai Penting) dimana nilai indeks
terbesar berada pada spesies Cotylelobium (Giam) dan Dipterocarpus cornutus (KRUING) yaitu 29,62% dan INP terkecil pada spesies Asoka yaitu
5,6%..
Dan hitungan
terakhir dimana kita akan mencari indeks keanekaragaman namun sebelumnya kita
mencari dulu SDR (SUMMED DOMINANCE RATIO) yaitu salah satu parameter yang identik
dengan INP (indeks nilai penting) SDR ini juga digunakan untuk menyatakan
tingkat dominansi atau penguasaan spesies-spesies dalam suatu komunitas
tumbuhan.Jika dilhat dari hasil perhitungan
SDR terbesar Shorea laevis(BENGKIRAI) yaitu 16,01% dan terkecil
pada asoka dengan 1,88%. Dari sini kita dapat mengitunh indeks keanekaragaman
Shannon (H’) dimana untuk menghitung humlah dri INP berbanding terbalik dengan
total nilai penting sehingga didapat indeks
Shannon (H’) yaitu 95,4255.Makin
besar nilai H’ sutu komunitas maka semakin mantap pula komunitas tersebut.Nilai
H’= 0 dapat terjadi bila hanya suatu spesies dalam suatu spesies dalam satu
contoh (sampel)dan H’ maksimal bila semua jenis mempunyai jumlah individu yang
sama dan ini menunjukkan kelimpahan terdistribusi secara sempurna.
BAB
V
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dari
hasil praktikum dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. untuk mempelari atau menganalisis suatu
vegetasi salah satu metode yang dapat digunakan yaitu metode kuadran
2. Spesies
yang mendominasi di hutan bukit bengkirai yaitu spesies Shorea sp hal ini dapat
dilihat pada hasil perhitungan SDR terbesar Shorea laevis (bengkirai) yaitu 16,01% dan ini menunjukkan dahwa yang mendominasi
adalah spesies bengkirai(Shroea laevis)
3. indeks
Shannon (H’) yaitu 95,4255 dan ini menunjukkan bahwa komunitas di hutan bukit
bengkirai mantap.
B.
Saran
Semoga dengan adanya laporan ekologi
tumbuhan ini dapat menjadi acuan dalam mempelajari menganalisis sutu komunitas
tumbuhan dan penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dlam
penyusunan laporan ini dan dari itu saran dan kritik pembaca sangat diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Indriyanto,2006,Ekologi
Hutan,jakarta,Bumi Aksara.
Lumowa, Sonja. 2011. Diktat Ekologi Tumbuhan. Samarinda:
Universitas Mulawarman
Soerianegara,
I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syafei, Eden
Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB
2012/05/15