Jumat, 25 Mei 2012

metode kuadran pada analisis vegetasi


LAPORAN AKHIR
ANALISIS VEGETASI METODE KUADRAN
  EKOLOGI TUMBUHAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Dalam mempelajari vegetasi ,dibedakan antara studi floristik dengan analisis vegetasi, dibedakan antara studi floristic denan analisis vegetasi. Pada studi floristic data yang diperoleh berupa data kualitatif, yaitu data yang menunjukan bagaimana habtus dan penyebaran suatu jenis tanaman. Sedangkan analisis vegetasi data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantiatif. Data kuantitatif menyatakan jumlah , ukuran , berat kering , berat basah suatu jenis. Frekuensi temuan dan luas daerah yang ditumbhinya. Data kuantitatif di dapat dari hasil penjabaran pengamatan petak contoh lapangan, sedangkan data kualitatif didapat dari hasil pengamatan dilapangan berdasarkan pengamatan yang luas.
Vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup di dalam suatu tempat dalam suatu ekosistem. Masyarakat tumbuhan ( komunitas ) adalah kumpulan populasi tumbuhan yang menempati suatu habitat.  Jadi pengertian komunitas identik dengan pengertian vegetasi. Bentuk vegetasi dapat terbentuk dari satu jenis komunitas atau disebut dengan konsosiasi seperti hutan vinus , padang alang-alang dan lain-lain. Sedangkan yang dibentuk dari macam-macam jenis komunitas disebut asosiasi seperti hutan hujan tropis, padang gembalaan dan lain-lain.
Dalam mengerjakan analisis vegetasi ada dua nilai yang di amati , yaitu nilai ekonomi dan nilai bologi. Nilai ekonomi suatu vegetasi dapat dilihat dari potensi vegetasi-vegetasi tersebut untuk mendatangkan devisa seperti vegetasi seperti vegetasi yang berupa pohon yang diambil kayunya atau vegetasi padang rumput yang dapat dijadikan padang penggembangan ternak dan lain-lain. Sedangkan dalam istilah biologi suatu vegetasi dapat dilihat peranan vegetasi tersebut., seperti vegetasi hutan yang dapat dijadiakan sumber pakan , relung, ekologi ( tempat istirahat, bercengkrama, bermijah beberapa jenis hewan ), pengatur iklim, pengatur tata aliran air dan indicator untuk beberapa unsur tanah dan lain-lain.
Dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan menggunakan metode kuadran. Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak contoh  (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tihang, contohnya vegetasi hutan. Apabila diameter tersebut lebih besar atau sama dengan 20 cm maka disebut pohon, dan jika diameter tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole (tihang), dan jika tinggi pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta ( pancang ) dan mulai anakan sampai pohaon setinggi 2,5 meter disebut seedling ( anakan/semai ).
Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini mudah dan lebih cepat digunanakan untuk mengetahui komposisi, dominasi pohon dan menksir volumenya. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik.  Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya. Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membent Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada fackor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem.
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan  kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
Di Indonesia Perkembangan penelitian Vegetasi sampai tahun 1980 telah dilaporkan oleh Kartawinata (1990), yang mengevaluasi pustaka yang ada mengenai Vegetasi dan ekologi tumbuhan di Indonesia, menunjukkan bahwa bidang ini belum banyak diteliti. Banyak dari informasi tentang ekologi tumbuhan dalam berbagai pustaka seperti serie buku Ekologi Indonesia (misalnya MacKinnon dkk., 1996 dan Whitten dkk.,1984) berdasarkan berbagai penelitian di Malaysia. Berbagai penelitian sebagian besar terfokus pada ekosistem hutan, terutama hutan pamah dipterokarp (lowland dipterocarp). Sebagian besar informasi untuk kawasan fitogeografi Malesia (Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste) telah disintesis oleh Whitmore (1984) dalam bukunya Tropical Rain Forests of the Far East. Data vegetasi biogeografi dan ekologi tentang Papua New Guinea (misalnya Paijmans, 1976; Gressitt, 1982; Johns, 1985, 1987a,b; Brouns, 1987; Grubb dan Stevens 1985) dapat diterapkan untuk Papua
Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada fackor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem. Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan.Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan  kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).

B.       Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara analisis vegetasi dengan metode kuadran serta menghitung kerapatan dan indeks shannon atau indeks keanekaragaman.






















BAB II
TINJAUN PUSTAKA
Frekuensi adalah nilai besaran yang menyatakan derajat penyebaran jenis didalam komunitasnya. Angka ini diperoleh dengan melihat perbandingan jumlah dari petak-petak yang diduduki suatu jenis terhadap keseluruhan petak yang diambil sebagai petak contoh di dalam melakukan analisis vegetasi. Frekuensi dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti luas petak contoh, penyebaran tumbuhan dan ukuran jenis tumbuhan.
Dominansi adalah besaran yang digunakan untuk menyatakan derajat penguasaan ruang atau tempat tumbuh , berapa luas areal yang ditumbuhi oleh sejenis tumbuhan atau kemampuan suatu jenis tumbuhan untuk bersaing tehadap jenis lainnya. Dalam pengukuran dominansi dapat digunakan proses kelindungan ( penutup tajuk ), luas basah area , biomassa, atau volume.
Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan  vegetasi, iklim dan tanah berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Anonim. 2009).
            Dalam penghitungan penutupan tajuk ini, barisannya dilakukan dengan cara mengukur luasan tajuk untuk tiap jenis yang terdapat dalam petak contoh, kemudian dicari domonansi relatifnya. Selanjutnya proses penutupan tajuk dapat diukur proyeksi tajuk tanah. biomassa adalah ukuran untuk menyatakan berat suatu tumbuhan. Sedangkan volume dapat dihitung dari rata-rata luas basal area x tinggi tumbuhan bebas cabang x factor koeksi pohon.
            Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak contoh  (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tihang, contohnya vegetasi hutan. Apabila diameter tersebut lebih besar atau sama dengan 20 cm maka disebut pohon, dan jika diameter tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole (tihang), dan jika tinggi pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta ( pancang ) dan mulai anakan sampai pohaon setinggi 2,5 meter disebut seedling ( anakan/semai ).
            Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini mudah dan lebih cepat digunanakan untuk mengetahui komposisi, dominasi pohon dan menksir volumenya. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik.  Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya. Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana sifat – sifatnya bila di analisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas.
            Kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis vegetasi yang menggunakan petak contoh. Kurva spesies area digunakan memperoleh luasan minimum petak contoh yang dianggap dapat mewakili suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luasan petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin beragam jenis yang terdapat pada areal tersebut makin luas kurva spesies areanya.
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1974) petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak. Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu.
Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan (Marsono, 1987). Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis jenis dengan perubahan faktor lingkungan.
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
            Cara ini terdiri dari suatu seri titik-titik yang telah ditentukan di lapang, dengan letak bisa tersebar secara random atau merupakan garis lurus (berupa deretan titik-titik). Umumnya dilakukan dengan susunan titik-titik berdasarkan garis lurus yang searah dengan mata angin (arah kompas).Titik pusat kuadran adalah titik yang membatasi garis transek setiap jarak 10 m (Polunin, 1990).
            Profil arsitektur ini dijadikan dasar untuk memperoleh gembara komposisi, struktur vertical dan horizontal suatu vegetasi, sehingga memberikan informasi mengenai dinamika pohon dan kondisi ekologinya. Dari profil asiktektur ini juga dapat diketahui interaksi antara masing-masing individu pohon dan peranan di dalam ekosistem sustu komunitas vegetasi. Halle et.al (1987) mengolongkan pohon-pohon yang terdapat didalam suatu komonitas hutan alam tropika berdasarkan kepada kenampakan arsitektur, ukuran pohon dan keadaan biologi pohon, menjadi 3 golongan pohon yaitu :
a.         Pohon pada masa datang ( les arbres du future, trees of future ), yaitu pohon-pohon yang mempunyai kemampuan untuk berkembang lebih lanjut atau pada massa datang. Pohon tersebut pada masa ini merupakan pohon yang dominan dan , diharapkan pada masa datang kan mengantikan pohon-pohon yang pada saat ini dominan.
b.        Pohon masa kini ( les arbres du persent, trees of persent ), pohon-pohon yang sedang berkembang penuh dan merupakan pohon yang dominan yang paling menentukan profil arsitektur komnitas saat ini.
c.         Pohon pada masa ( les arbres du past , trees of past ) yaitu pohon-pohon yans sudah tua dan mulai mengalami kerusakan dan selanjutnya akan mati. Biasanya pohon- pohon ini merupakan pohon tua yang tidak produktif.
Berdasarkan ukuran pohon maka pengolongan pohon-pohon tersebut adalah :
a.       Pohon masa mendatang : Ht Hn ; Ht lebih kecil dari tinngi pohon normal maksimum, Ht 100 Dbh’ dan HI ½ Ht.
b.        Pohon pada masa kini : Ht Hn ; Ht mendekati sama dengan tinggi pohon normal, Ht 100 Dbh’ dan HI ½ ht.
c.         Pohon pada masa lampau : Ht Hn ; Ht sudah tidak dapat meningkat lagi, Ht 100 Dbh’ dan HI ½ Ht. Pada golongan ini pohon  sudah mengalami kerusakan, tidak produktif, dan tua.








BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A.      Waktu dan Tempat
Praktikum kali ini dilaksanakan pada :
Hari / Tanggal : Minggu / 29 April  2012
Waktu             : Pukul 07.00  WITA sampai selesai
Tempat       : Bukit Bangkirai Kecamatan Samboja, KAB.KUKAR KALTIM
B.       Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.Tali Rapiah
2.Meteran
3.Pasak kayu 4 buah
4. Alat tulis

C.      Cara Kerja
1.       Langka awal dari pengerjaan metode ini adalah dengan berpedoman pada vegetasi dan areal yang akan dianalisis, kita menentukan 5 kelompok dan tiap kelompok membuat suatu plot atau petak dengan menggunakan tali rapia dan pasak membentuk persegi berukuran 10 x10
2.       Langkah selanjutnya tiap kelompok menentikan suatu titik pusat (misal titik A) dengan menggunakan metode 6 pohon.
3.       Pada setiap kuadran dilakukan pengukuran jarak diameter pohon dan tihang dengan titik pengamatan  (titik A) dan diameter pohon pada setinggi dada atau sama dengan 20 cm disebut pohon, dan jika diameter tersebut diantara 10-20 cm maka disebut pole (tihang) dan jika tinggi pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta (pancang) dan mulai anakan sampai pohon setinggi 2,5 m disebut seedling (anakan/semai)
4.      selanjutnya hitung jumlah tiap spesies yang ada dalam tiap plot  atau petak



























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Hasil Praktikum
Setelah melakukan praktikum di lahan Bukit Bengakirai didapatlah hasil sebagai berikut
Tabel hasil pengamatan analisis vegetasi dengan metode kuadran 10 m  x 10 m
Plot/Petak I
NO
Nama pohon
Diameter batang (m)
tinggi pohon (m)
luas bidang dasar (m2)
Jumlah


1
Dipterocarpus cornutus (KRUING)
0.2
18
0.0314
5

2
Durio graveolens (Durian Burung)
0.14
8
0.0154
8

3
Shorea laevis(BENGKIRAI)
0.47
35
0.1736
2

4
Eusiderozylon zwageri (ULIN)
0.42
20
0.1386
1

5
Macaranga sp (Mahang)
0.31
2
0.0755
1

6
Calamus calcius(kayu raja)
0.21
10
0.0347
1

7
Aglaya sp
0.14
15
0.0154
3

8
Aquilaria  malaccensis (Gaharu)
0.10
3
0.0078
2

9
Cotylelobium (Giam)
0.12
1.5
0.0113
2

10
Shorea sp. (meranti)
0.36
15
0.1018
3

Plot/Petak II
NO
NAMA POHON
Diameter batang (m)
tinggi pohon (m)
luas bidang dasar (m2)
JUMLAH
1
Dipterocarpus cornutus (KRUING)
0.22
11
0.0380
4
2
Durio graveolens (DURIAN Burung)
0.20
7
0.0314
1
3
Shorea laevis(BENGKIRAI)
0.37
15
0.1076
5
4
Aquilaria malaccensis (Gaharu)
0.24
12
0.0453
3
5
Macaranga sp.(Mahang)
0.15
10
0.0178
2
6
Mangifera indica (Mangga)
0.16
5
0.0201
1
7
Borassus flabillefer ( Lontar)
0.21
11.5
0.0347
7
8
Cotylelobium (Giam)
0.77
12
0.4658
2


Plot/Petak III
NO
NAMA POHON
Diameter batang (m)
tinggi pohon (m)
luas bidang dasar (m2)
Junlah
1
Dipterocarpus cornutus (KRUING)
0.11
7
0.0095
1
2
Durio graveolens (Durian Burung)
0.18
12
0.0255
1
3
Shorea laevis(BENGKIRAI)
0.55
20
0.2377
4
4
Shorea sp. (meranti)
0.08
5
0.0050
2
5
Bouea macropylla.G (Ramania)
0.35
4
0.0963
1
6
Calamus sp (Rotan pulut merah)
0.09
6
0.0064
1
7
Aquilaria malaccensis (Gaharu)
0.39
20
0.1195
1
8
Koompassia malaccensis ( Kempas merah)
0.24
1.3
0.0453
1

Plot/Petak IV
NO
NAMA POHON
Diameter batang (m)
tinggi pohon (m)
luas bidang dasar (m2)
JUMLAH
1
Dipterocarpus cornutus (KRUING)
0.19
30
0.0284
2
2
Cordia dicotoma (salimuli)
0.1
23
0.0079
6
3
Shorea laevis(BENGKIRAI)
0.41
35
0.1321
5
4
Shorea sp. (meranti)
0.35
25
0.0963
8
5
Cotylelobium (Giam)
0.2
5
0.0314
4
6
Scaphium macropodum ( merpayang)
0.17
2
0.0227
6
7
Litsea firma (Medang)
0.85
20
0.5677
6
8
Calamus sp (rotan pulut merah)
0.09
1
0.0064
4
9
Glutha renghas (Rengas merah)
0.24
7
0.0453
3

Plot/Petak V
NO
NAMA POHON
Diameter batang (m)
tinggi pohon (m)
luas bidang dasar (m2)
JUMLAH
1
Dipterocarpus cornutus (KRUING)
0.13
11
0.0133
7
2
Koompassia malaccensis ( Kempas merah)
0.22
3
0.0380
1
3
Shorea laevis(BENGKIRAI)
0.43
20
0.1453
8
4
Eusideroxylon zwageri (ULIN)
0.47
25
0.1736
1
5
Borassus flabillefer Lontar)
0.27
13
0.0573
3
6
Asoka
0.07
1.2
0.0039
3
7
Scavium macropodum
0.15
5
0.0177
1
8
manggis asam
0.45
25
0.1591
1
9
Calamus sp (rotan pulut merah)
0.05
1
0.0019
2

Jumlah plot = 5
Luas tiap plot = 10 m x 10 m = 100 m2
Maka = 100 m2 x 5 = 500 m2
1 ha = 10000  m2
Jadi = 500 m2/10000  m2= 0,05 ha
a.       Kerapatan setiap spesies pohon sebagai berikut:
1.      Dipterocarpus cornutus (KRUING)            pohon/ha
2.      Durio graveolens (Durian Burung)               pohon/ha
3.      Shorea laevis(BENGKIRAI)                       pohon/ha
4.      Eusideroxylon zwageri (ULIN)                                pohon/ha
5.      Macaranga sp (Mahang)                                           pohon/ha
6.      Shorea sp. (meranti)                                                  pohon/ha
7.       Aquilaria malaccensis (Gaharu)                             pohon/ha
8.      Calamus calcius(kayu raja)                           pohon/ha
9.      Aglaya sp                                                     pohon/ha
10.  Cotylelobium (Giam)                                   pohon/ha
11.  Mangifera indica (Mangga)                          pohon/ha
12.  Borassus flabillefer ( Lontar)                       pohon/ha
13.  Bouea macropylla.G (Ramania)                   pohon/ha
14.  Calamus sp (Rotan pulut merah)                  pohon/ha
15.  Koompassia malaccensis (Kempas merah)  pohon/ha
16.  Cordia dicotoma (salimuli)                           pohon/ha
17.  Scaphium macropodum (merpayang)           pohon/ha
18.  Litsea firma (Medang)                                 pohon/ha
19.  Glutha renghas (Rengas merah)                   pohon/ha
20.  Asoka                                                           pohon/ha
21.  manggis asam                                               pohon/ha
                                                                          JUMLAH = 620 Pohon/Ha
b.      Kerapatan relatif spesies (KR) setiap spesies pohon sebagai berikut :
1.      Dipterocarpus cornutus (KRUING)     
2.      Durio graveolens (Durian Burung)         
3.      Shorea laevis(BENGKIRAI)  
4.      Eusideroxylon zwageri (ULIN)  
5.      Macaranga sp (Mahang)                       
6.      Shorea sp. (meranti)                               
7.       Aquilaria malaccensis (Gaharu)  
8.      Calamus calcius(kayu raja)  
9.       
10.  Cotylelobium (Giam)                               
11.  )  
12.  Borassus flabillefer ( Lontar)  
13.   
14.  Calamus sp (Rotan pulut merah)  
15.  Koompassia malaccensis(Kempas mrh)  
16.   
17.  Scaphium macropodum (merpayang)  
18.   
19.   
20.   
21.      
c.       Frekuensi setiap spesies pohon sebagai berikut :
1.      Dipterocarpus cornutus (KRUING)          
2.      Durio graveolens (Durian Burung)             
3.      Shorea laevis(BENGKIRAI)                     
4.      Eusideroxylon zwageri (ULIN)                   
5.      Macaranga sp (Mahang)                               
6.      Shorea sp. (meranti)                                   
7.       Aquilaria malaccensis (Gaharu)                 
8.      Calamus calcius(kayu raja)                         
9.      Aglaya sp                                                   
10.  Cotylelobium (Giam)                                 
11.  Mangifera indica (Mangga)                        
12.  Borassus flabillefer ( Lontar)                       
13.  Bouea macropylla.G (Ramania)                 
14.  Calamus sp (Rotan pulut merah)                
15.  Koompassia malaccensis (Kempas merah)  
16.  Cordia dicotoma (salimuli)                         
17.  Scaphium macropodum (merpayang)           
18.  Litsea firma (Medang)                               
19.  Glutha renghas (Rengas merah)                 
20.  Asoka                                                         
21.  manggis asam                                             
                                                                 JUMLAH = 8,8
d.      Frekuensi relatif setiap spesies pohon sebagai berikut:
1.      Dipterocarpus cornutus (KRUING)          
2.      Durio graveolens (Durian Burung)             
3.      Shorea laevis(BENGKIRAI)                     
4.      Eusideroxylon zwageri (ULIN)                   
5.      Macaranga sp (Mahang)                               
6.      Shorea sp. (meranti)                                   
7.       Aquilaria malaccensis (Gaharu)                 
8.      Calamus calcius(kayu raja)                         
9.      Aglaya sp                                                   
10.  Cotylelobium (Giam)                                 
11.  Mangifera indica (Mangga)                        
12.  Borassus flabillefer ( Lontar)                        
13.  Bouea macropylla.G (Ramania)                 
14.  Calamus sp (Rotan pulut merah)                
15.  Koompassia malaccensis (Kempas merah)    
16.  Cordia dicotoma (salimuli)                         
17.  Scaphium macropodum (merpayang)         
18.  Litsea firma (Medang)                               
19.  Glutha renghas (Rengas merah)                 
20.  Asoka                                                         
21.  manggis asam                                             

e.       Dominansi setiap spesies pohon sebagai berikut :
1.      Dipterocarpus cornutus (KRUING)           m2/ha
2.      Durio graveolens (Durian Burung)              m2/ha
3.      Shorea laevis(BENGKIRAI)                       m2/ha
4.      Eusideroxylon zwageri (ULIN)                  m2/ha
5.      Macaranga sp (Mahang)                              m2/ha 
6.      Shorea sp. (meranti)                                    m2/ha
7.       Aquilaria malaccensis (Gaharu)                  m2/ha
8.      Calamus calcius(kayu raja)                          m2/ha
9.      Aglaya sp                                                    m2/ha
10.  Cotylelobium (Giam)                                  m2/ha
11.  Mangifera indica (Mangga)                         m2/ha
12.  Borassus flabillefer ( Lontar)                      m2/ha
13.  Bouea macropylla.G (Ramania)                  m2/ha
14.  Calamus sp (Rotan pulut merah)                 m2/ha
15.  Koompassia malaccensis (Kempas merah) m2/ha  
16.  Cordia dicotoma (salimuli)                          m2/ha
17.  Scaphium macropodum (merpayang)          m2/ha
18.  Litsea firma (Medang)                                m2/ha
19.  Glutha renghas (Rengas merah)                  m2/ha
20.  Asoka                                                          m2/ha
21.  manggis asam                                              m2/ha
                                                                                Jumlah   =  77,433 m2/ha
f.       Dominansi relatif setiap spesies pohon sebagai berikut:
1.      Dipterocarpus cornutus (KRUING)         
2.      Durio graveolens (Durian Burung)             
3.      Shorea laevis(BENGKIRAI)                     
4.      Eusideroxylon zwageri (ULIN)                 
5.      Macaranga sp (Mahang)                               
6.      Shorea sp. (meranti)                                   
7.       Aquilaria malaccensis (Gaharu)                 
8.      Calamus calcius(kayu raja)                         
9.      Aglaya sp                                                   
10.  Cotylelobium (Giam)                                 
11.  Mangifera indica (Mangga)                        
12.  Borassus flabillefer ( Lontar)                       
13.  Bouea macropylla.G (Ramania)                 
14.  Calamus sp (Rotan pulut merah)                
15.  Koompassia malaccensis (Kempas merah)   
16.  Cordia dicotoma (salimuli)                         
17.  Scaphium macropodum (merpayang)         
18.  Litsea firma (Medang)                               
19.  Glutha renghas (Rengas merah)                 
20.  Asoka                                                         
21.  manggis asam                                             
g.      Indeks angka penting setiap spesies pohon sebagai berkut:
1.       Dipterocarpus cornutus (KRUING)  
                                                                         = 29,62%
2.      Durio graveolens (Durian Burung)    
                                     = 18,35%
3.       Shorea laevis(BENGKIRAI)
                                                 = 48,05%
4.      Eusideroxylon zwageri (ULIN)           = 6,45% +4,55% + 8,06%
                                                             = 19,06%      
5.      Macaranga sp (Mahang)                       = 6,45% +4,55% + 2,41%
                                                             = 13,41%      
6.      Shorea sp. (meranti)                             = 9,68% + 6,81% + 5,25%
                                                             = 21,74%      
7.       Aquilaria malaccensis (Gaharu)           = 9,68% + 6,81% + 4,46%
                                                             = 20,95%
8.      Calamus calcius(kayu raja)                   = 9,68% + 2,30% + 0,86%
                                                                   = 12,84%      
9.      Aglaya sp                                             = 3,23% + 2,27% + 0,39%
                                                             = 5,89%        
10.  Cotylelobium (Giam)                           = 9,68% + 6,81% + 13,13%
                                                             = 29,62%      
11.  Mangifera indica (Mangga)                  = 3,22% + 2,30% + 0,52%
                                                             = 6,04%        
12.  Borassus flabillefer ( Lontar)               = 6,45% + 4,55% + 13,74%
                                                             = 24,74%      
13.  Bouea macropylla.G (Ramania)           = 3,23% + 2,30% + 2,49%
                                                             = 8,02%        
14.  Calamus sp (Rotan pulut merah)          = 9,68% + 6,81% + 0,38%
                                                             = 16,87%      
15.  Koompassia malaccensis (K.Merah)    = 6,45% + 4,55% + 2,15%
                                                             = 13,15%
16.  Cordia dicotoma (salimuli)                   = 3,23% + 2,30% + 0,20%
                                                             = 5,73%        
17.  Scaphium macropodum (merpayang)   = 6,45% + 4,55% + 1,04%
                                                             = 12,04%      
18.  Litsea firma (Medang)                         = 3,23% + 2,30% + 14,66%
                                                             = 20,19%      
19.  Glutha renghas (Rengas merah)           = 3,23% +2,30% +1,17%
                                                             = 6,7%          
20.  Asoka                                                   = 3,23% +2,30% +0,10%
                                                             = 5,63%
21.  manggis asam                                       = 3,23% +2,30% + 4,11%
                                                             = 9,64%

h.      Summed dominance ratio (SDR) stiap spesies pohon sebagai berikut :
1.      Dipterocarpus cornutus (KRUING)   = 29,62% : 3 = 9,87%
2.      Durio graveolens (Durian Burung)       = 18,35% : 3 = 6,12%
3.      Shorea laevis(BENGKIRAI)               = 48,05% : 3 = 16,01%
4.      Eusideroxylon zwageri (ULIN)           = 19,06% : 3 = 6,35%           
5.      Macaranga sp (Mahang)                       = 13,41% : 3 = 4,47%           
6.      Shorea sp. (meranti)                             = 21,74% : 3 = 7,25%           
7.       Aquilaria malaccensis (Gaharu)           = 20,95% : 3 = 6,98%
8.      Calamus calcius(kayu raja)                   = 12,84% : 3 = 4,28%           
9.      Aglaya sp                                             = 5,89%   : 3 = 1,93%           
10.  Cotylelobium (Giam)                           = 29,62% : 3 = 9,87%           
11.  Mangifera indica (Mangga)                  = 6,04%   : 3 = 2,01%           
12.  Borassus flabillefer ( Lontar)               = 24,74% : 3 = 8,25%           
13.  Bouea macropylla.G (Ramania)           = 8,02%   : 3 = 2,67%           
14.  Calamus sp (Rotan pulut merah)          = 16,87% : 3 =5,62%
15.  Koompassia malaccensis (K.Merah)    = 13,15% : 3 = 4,38%
16.  Cordia dicotoma (salimuli)                   = 5,73%  : 3 =1,91% 
17.  Scaphium macropodum (merpayang)   = 12,04% : 3 = 4,01%
18.  Litsea firma (Medang)                         = 20,19% : 3 = 6,73%
19.  Glutha renghas (Rengas merah)           = 6,7%     : 3 = 2,23%
20.  Asoka                                                   = 5,63%   : 3 =1,88%  
21.  manggis asam                                       = 9,64%   : 3 = 3,21%
I.               INDEKS KEANEKARAGAMAN (H’) = 95,4255






                                                            



















B.       Pembahasan
              Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Hutan merupakan komponen habitat terpenting bagi kehidupan oleh karenanya kondisi masyarakat tumbuhan di dalam hutan baik komposisi jenis tumbuhan, dominansi spesies, kerapatan nmaupun keadaan penutupan tajuknya perlu diukur. Selain itu dalam suatu ekologi hutan satuan yang akan diselidiki adalah suatu tegakan, yang merupakan asosiasi konkrit (Natassa, dkk, 2010)
Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan metode kuadrat (Surasana, 1990).
Penelitian ini menggunakan metode kuadrat, yaitu bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Surasana, 1990).
Digunakannya metode kuadrat karena metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya (Andrie, 2011).
Kegiatan yang dilakukan adalah mengamati jumlah tanaman yang masuk ke dalam petak contoh yang dibuat sebanyak 5 petak contoh, yaitu petak contoh 1, petak contoh 2, petak contoh 3, petak contoh 4, dan petak contoh 5. Yang masing-masing mempunyai ukuran 10 m x 10 m dengan jarak per plot dilakukan secara acak. Serta dengan menghitung nilai KM, KR, FM, FR, dan NP, DM dan DR serta indeks keanekaragaman (H’), dikarenakan petak contoh yang diambil  berada pada naungan.
Dari hasil analisis didapatkan 21 spesies tumbuhan pada 5 petak contoh tersebut, diantaranya 19 Dipterocarpus cornutus (Kruing),10 Durio graveolens (Durian Burung) ,24 Shorea laevis(bengkirai) ,2 Eusideroxylon zwageri (ulin) 1 Macaranga sp (Mahang),13 Shorea sp. (meranti) ,6 Aquilaria malaccensis (Gaharu), 1 Calamus calcius (kayu raja) 3 Aglaya sp,8 Cotylelobium (Giam) 1 Mangifera indica (Mangga),10 Borassus  flabillefer ( Lontar) 1 macropylla.G (Ramania),7Calamus sp(Rotan pulut merah) 2 Koompassia malaccensis(Kempas mrh) 6 Cordia dicotoma (salimuli, 7 Scaphium macropodum (merpayang), 1 Litsea firma (Medang) 3 Glutha renghas (Rengas merah), 3 Asoka , 1 manggis asam
Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat bahwa kerapatan relative, yang diperoleh dari kerapatan mutlak berbanding kerapatan total. Dimana kerapatan total diperolr dari jumlah individu suatu jenis berbanding jumlah total luas area yang digunakan untuk penarikan contoh. Kerapatan elative yang paling besar adalah pada spesies Dipterocarpus cornutus (Kruing) Shorea laevis(bengkirai) yaitu 16,13% dari keseluruhan spesies tanaman yang didapatkan. Hal ini dikarenakan jumlah kedua  spesies ini dalam individunya paling banyak jika dibandingankan dengan jumlah spesies yang lain. Sedangkan yang mempunyai kerapatan relative yang palingg kecil adalah Litsea firma,Glutha rengas,Asoka,Manggis asam,Cordia dicotoma,,Macropylla,G,Mangifera indica, dan aglaya sp yaitu 3,32%.
Selain mengetahui kerapatan relative suatu spesies, dalam metode kuadrat ini juga mengetahui frekuensi relative dari spesies yang didapatkan. Frekuensi relative dapat diperoleh dari frekuensi mutlak berbanding frekuensi total.dimana frekuensi mutlak diperoleh dari jumlah satuan petak contoh yang diduduki oleh suatu jenis berbanding dengan jumlah banyaknya petak contoh yang dibuat. Frekuensi relative terbesar juga diduduki oleh Dipterocarpus cornutus (Kruing) Shorea laevis(bengkirai) yaitu 11,36%,di disusul oleh Durio graveolens (Durian Burung) ,Shorea sp. (meranti ,Aquilaria malaccensis (Gaharu),Cotylelobium (Giam) yaitu 6,81% selanjutnya pada posisi ketiga  Borassus flabillefer ( Lontar),Koompassia malaccensis (Kempas merah.Scaphium macropodum (merpayang) dengan 4,55% dan Frekuensi relatif terkecil Calamus calcius(kayu raja),Aglaya sp,Cordia dicotoma (salimuli),Litsea firma (Medang),Glutha renghas (Rengas merah),Asoka,manggis asam yaitu 2,30%. Frekuensi relative ini menunjukan luasnya penyebaran suatu spesies pada area yang diambil sebagai petak contoh
Selanjutnya selain mengetahui kerapatan relative suatu spesies, frekuensi relative dari spesies yang didapatkan dapat dihitung juga dominansi relatif. Dominansi relatif relative dapat diperoleh dari dominansi mutlak berbanding dominansi total.dimana dominansi mutlak diperoleh dari jumlah satuan petak contoh yang diduduki oleh suatu jenis berbanding dengan jumlah banyaknya petak contoh yang dibuat. Dominansi relative terbesar Litsea firma (Medang) yaitu 14,66% sementara dominansi terkecil pada Asoka yaitu 0,10%
Dari kerapatan relative frekuensi relative dan dominansi relatif  dapat diperoleh nilai penting. Yang didapat dari penjumlahan dari kerapatan relatif frekuensi relatif dan dominansi relatif maka di perloh INP (Indeks Nilai Penting) dimana nilai indeks terbesar berada pada spesies Cotylelobium (Giam) dan Dipterocarpus cornutus (KRUING) yaitu 29,62% dan INP terkecil pada spesies Asoka yaitu 5,6%..
Dan hitungan terakhir dimana kita akan mencari indeks keanekaragaman namun sebelumnya kita mencari dulu SDR (SUMMED DOMINANCE RATIO) yaitu salah satu parameter yang identik dengan INP (indeks nilai penting) SDR ini juga digunakan untuk menyatakan tingkat dominansi atau penguasaan spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan.Jika dilhat dari hasil perhitungan  SDR terbesar  Shorea laevis(BENGKIRAI) yaitu 16,01% dan terkecil pada asoka dengan 1,88%. Dari sini kita dapat mengitunh indeks keanekaragaman Shannon (H’) dimana untuk menghitung humlah dri INP berbanding terbalik dengan total nilai penting  sehingga didapat indeks Shannon (H’) yaitu 95,4255.Makin besar nilai H’ sutu komunitas maka semakin mantap pula komunitas tersebut.Nilai H’= 0 dapat terjadi bila hanya suatu spesies dalam suatu spesies dalam satu contoh (sampel)dan H’ maksimal bila semua jenis mempunyai jumlah individu yang sama dan ini menunjukkan kelimpahan terdistribusi secara sempurna.
BAB V
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dari hasil praktikum dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1.       untuk mempelari atau menganalisis suatu vegetasi salah satu metode yang dapat digunakan yaitu metode kuadran
2.      Spesies yang mendominasi di hutan bukit bengkirai yaitu spesies Shorea sp hal ini dapat dilihat pada hasil perhitungan SDR terbesar  Shorea laevis (bengkirai) yaitu 16,01%  dan ini menunjukkan dahwa yang mendominasi adalah spesies bengkirai(Shroea laevis)
3.      indeks Shannon (H’) yaitu  95,4255 dan ini menunjukkan bahwa komunitas di hutan bukit bengkirai mantap.
B. Saran
            Semoga dengan adanya laporan ekologi tumbuhan ini dapat menjadi acuan dalam mempelajari menganalisis sutu komunitas tumbuhan dan penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dlam penyusunan laporan ini dan dari itu saran dan kritik pembaca sangat diharapkan.







DAFTAR PUSTAKA
Indriyanto,2006,Ekologi Hutan,jakarta,Bumi Aksara.
Lumowa, Sonja. 2011. Diktat Ekologi Tumbuhan. Samarinda: Universitas Mulawarman
Soerianegara, I  dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor,  Bogor.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB
2012/05/15
www.irthebest.com, 2012/05/13